Halo, BCCSquad! Sesadar apa kita terhadap hoax dalam keseharian?
Demi merespon makin berkembangnya cara hidup yang berkaitan dengan digitalisasi, ada banyak upaya yang dilakukan agar terwujud kondisi bermasyarakat yang ideal. Kali ini, Kementrian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) lewat Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) menyelenggarakan agenda untuk perwakilan berbagai media online, blogger, serta organisator keagamaan.
Acara yang bertemakan “Pelatihan Literasi Informasi Bagi Generasi Millenial” ini berlangsung pada 24-26 Juni 2019 di Hotel Aston Kartika, Jakarta. Materi narasumber yang mengisi pelatihan ini menitikberatkan pembahasan pada poin literasi informasi dan generasi millennial.
Mengacu pada data penelitian yang menyebutkan tingkat literasi Indonesia berada di peringkat 61 dari 62 negara yang diteliti, kondisi demikian sangat berlawanan dengan sebuah data yang turut menyebutkan, Indonesia masuk dalam peringkat penduduk negara teraktif di media sosial. Besarnya lalu lintas terima dan kirim informasi tersebut berpotensi masalah dalam skala besar.
Perihal informasi dalam kehidupan kita yang tak bisa dipisahkan dengan dunia digital ini, terjadilah yang istilahnya: miss-information, dis-information, dan mal-information seperti yang disampaikan oleh narasumber dari Kekominfo, Bapak Anthonius Malav. ‘Hoax’, istilah yang sering kita dengar, merupakan bagian dari fenomena yang sangat disorot. Sebab, dampak masalah dari hoax berbuntut panjang.
Narasumber dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, IPTU Sandi Karisma, memaparkan penerapan undang-undang ITE dalam penangulangan berita bohong atau hoax yang terus ditingkatkan. Untuk meminimalisir merebaknya berita hoax, Polri berkolaborasi dengan berbagai pihak, di antaranya Kominfo, LHK, BSN, BIN, TNI dan lain-lain.
Di tengah rangkaian acara hari kedua, Bapak Lukman Hakim, Menteri Agama RI datang meluangkan waktu sekaligus menjadi narasumber. Dalam pengakuan beliau yang makin tertarik ikut serta karena mendapat banyak mention dan tag cuitan di akun twitter-nya, penyesuaian diri dengan perubahan zaman ini penting sekali. Ditambah, kini zamannya generasi millennial yang masuk dalam kategori penduduk produktif maka harapan untuk millennial menjadikan Indonesia lebih baik lebih besar.
Acara yang juga dihadiri oleh narasumber dari Dewan Pers, Bapak Imam Wahyudi, menambahkan, peredaran hoax yang ada kini seperti mata rantai yang perlu diputus. Sederhananya, ketika dapat suatu berita, si penerima haruslah memahami yang dibaca tersebut atau menahan jarinya untuk menyebarkan sebelum benar-benar mengerti dan yakin itu dapat memberi manfaat yang lebih daripada rugi.
Selanjutnya, Bapak Oman Fathurahman, narasumber dari Staf Ahli Kemenag, berpesan kepada masyarakat untuk memperdalam wawasan agar lebih arif dalam berinformasi. Bahkan, belajar dari bukti peninggalan peradaban masa lalu, lewat manuskrip bisa jadi ‘saringan’ untuk tak langsung percaya akan sebuah informasi yang nantinya mungkin jadi sebaran hoax.
Dari narasumber Dirjen Bimas Islam, Bapak Tarmizi Tohor yang menjabat sebagai sekretaris dan bapak Muhammad Amin yang Bidang Literasi Informasi, menekankan, usaha moderasi beragama untuk beragama yang santun, damai, dan aman. Hidup beragama berdampingan yang ideal untuk diturun-temurunkan bersama generasi millennial.
Akhir kata, dikembalikan lagi pada masing-masing kita, seberapa sadar diri dalam berbagi informasi. Dasarnya, kita semua memiliki pengetahuan, pemikiran dan perasaan terhadap suatu informasi walaupun kadarnya berbeda-beda. Satu hal yang pasti, apa yang kita lakukan selalu masuk dalam hukum sebab-akibat. Jadi, mari selalu upayakan saring informasi sebelum sharing ya, BCC Squad! (SDI)
Iya, kembali lagi ke diri masing-masing. Bagaimana menyikapi berita HOAX. Jadi penting banget menanamkan nilai-nilai agama (Islam) yang baik dalam diri